Nama :
Junia Marwa
Nim :1210302090
Jurusan/Smt :Perbankan
Syariah B/III
Mata
Kuliah : Filsafat Ilmu
SILOGISME
Silogisme merupakan suatu cara penalaran yang formal.
Penalaran dalam bentuk ini jarang ditemukan/dilakukan dalam kehidupan sehari- hari. Kita lebih sering mengikuti
polanya saja, meskipun kadang- kadang secara tidak sadar. Misalnya dalam sebuah ucapan, “Ia dihukum karena melanggar
peraturan “X”, sebenarnya dapat kita kembalikan ke dalam bentuk formal
berikut:
a. Barang
siapa melanggar peraturan “X” harus dihukum
b. Ia
melanggar peraturan “X”
c. la
harus dihukum.
Bentuk seperti itulah yang disebut silogisme. Yang dimana:
Kalimat pertama = premis mayor
Kalimat kedua = premis minor
Kalimat ketiga = kesimpulan
Secara singkat silogisme dapat dituliskan:
Jika, A=B , B=C maka, A=C
Silogisme terdiri dari; Silogisme Katagorik, Silogisme Hipotetik dan
Silogisme Disjungtif.
a) Silogisme Katagorik
Katagorik adalah silogisme yang
semua proposisinya merupakan katagorik. Proposisi yang mendukung silogisme
disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan dengan premis mayor (premis
yang termnya menjadi predikat), dan premis minor (premis yang termnya menjadi
subjek). Yang menghubungkan diantara kedua premis tersebut adalah term penengah
(middle term).
Contoh:
Semua
Tanaman membutuhkan air (premis mayor)
……………….M……………..P
Akasia
adalah Tanaman (premis minor)
….S……………………..M
Akasia
membutuhkan air (konklusi)
….S……………..P
(S
= Subjek, P = Predikat, dan M = Middle term)
Hukum-hukum Silogisme Katagorik
·
Apabila dalam satu premis
partikular,
kesimpulan harus partikular juga, seperti:
Semua
yang halal dimakan menyehatkan
Sebagian
makanan tidak menyehatkan,
Jadi
Sebagian makanan tidak halal dimakan
(Kesimpulan
tidak boleh: Semua makanan tidak halal dimakan).
·
Apabila salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif juga,
seperti:
Semua
korupsi tidak disenangi.
Sebagian
pejabat adalah korupsi, jadi
Sebagian
pejabat tidak disenangi.
(Kesimpulan
tidak boleh: Sebagian pejabat disenangi)
Dari
dua premis yang sama- sama partikular tidak sah diambil
kesimpulan.
1)
Dari dua premis yang sama- sama negatif, tidak mendapat kesimpulan
apa pun, karena tidak ada mata rantai yang menghubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan diambil bila salah satu premisnya
positif. Kesimpulan yang ditarik dari dua premis negatif adalah tidak sah.
Contoh:
Kerbau bukan bunga mawar.
Kucing bukan bunga mawar.
….. (Tidak ada kesimpulan)
2) Paling tidak salah satu dari term penengah harus mencakup Dari dua premis yang term penengahnya tidak ten menghasilkan
kesimpulan yang salah, seperti:
Semua ikan berdarah dingin.
Binatang ini berdarah dingin
Jadi: Binatang ini adalah ikan.
(Padahal bisa juga binatang melata)
3) Term-predikat dalam kesimpulan harus
konsisten dengan term redikat yang ada pada premisnya. Bila tidak, kesimpulan menjadi salah, seperti
Kerbau adalah binatang.
Kambing bukan kerbau.
Jadi: Kambing bukan binatang.
(‘Binatang’ pada konklusi merupakan
term negatif sedang- kan pada premis adalah positif)
4) Term penengah harus bermakna
sama, baik dalam premis mayor maupun premis minor. Bila term penengah bermakna ganda kesimpulan menjadi lain, seperti:
Bulan itu bersinar di langit.
Januari adalah bulan.
Jadi: Januari bersinar di langit.
(Bulan pada premis minor adalah nama
dari ukuran waktu yang panjangnya 31 hari, sedangkan pada premis mayor berarti planet yang mengelilingi
bumi).
5) Silogisme harus terdiri tiga term, yaitu term subjek, predikat, dan term menengah (middle term), begitu juga jika terdiri dari
dua atau lebih.
b)
Silogisme Hipotetik
Silogisme Hipotetik adalah argumen
yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan premis minornya
adalah proposisi katagorik.
Ada 4 (empat) macam tipe silogisme
hipotetik:
1. Silogisme
hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antecedent, seperti:
Jika hujan, saya naik becak.
Sekarang hujan.
Jadi saya naik becak.
2. Silogisme
hipotetik yang premis minornya mengakui bagiar konsekuennya, seperti:
Bila hujan, bumi akan basah.
Sekarang bumi telah basah.
Jadi hujan telah turun.
3. Silogisme
hipotetik yang premis minornya mengingkari antecedent, seperti:
Jika politik pemerintah dilaksanakan
dengan paksa, maka
kegelisahan akan timbul.
Politik pemerintahan tidak
dilaksanakan dengan paksa,
Jadi kegelisahan tidak akan timbul.
4. Silogisme
hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya, seperti:
Bila mahasiswa turun ke jalanan,
pihak penguasa akan gelisah
Pihak penguasa tidak gelisah.
Jadi mahasiswa tidak turun ke
jalanan.
Hukum-hukum Silogisme Hipotetik
Mengambil konklusi dari silogisme
hipotetik jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme kategorik. Tetapi yang
penting di sini dalah menentukan ‘kebenaran konklusinya bila premis-premisnya
merupakan pernyataan yang benar’.
Bila antecedent kita lambangkan
dengan A dan konsekuen dengan B, jadwal hukum silogisme hipotetik adalah:
a. Bila
A terlaksana maka B juga terlaksana.
b. Bila
A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah)
c. Bila
B terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah)
d. Bila
B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana.
Kebenaran hukum di atas menjadi
jelas dengan penyelidikan berikut:
·
Bila terjadi peperangan harga bahan
makanan membubung tinggi
Nah, peperangan terjadi.
Jadi harga bahan makanan membubung
tinggi.( benar = terlaksana)
*Benar karena mempunyai hubungan yang
diakui kebenarannya.
·
Bila terjadi peperangan harga bahan
makanan membubung tinggi
Nah, peperangan terjadi.
Jadi harga bahan makanan tidak
membubung tinggi (tidak sah = salah)
*Tidak sah karena kenaikan harga
bahan makanan bisa disebabkan oleh sebab atau factor lain.
c)
Silogisme Disjungtif
Silogisme Disjungtif adalah silogisme yang premis
mayornya keputusan disjungtif, sedangkan premis minornya kategorik, yang mengakui atau mengingkari
salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor. Seperti pada silogisme hipotetik
istilah premis mayor dan premis minor adalah secara analog bukan yang
semestinya.
Silogisme ini ada dua macam,
silogisme disjungtif
dalam arti sempit dan silogisme disjungtif dalam arti luas.
Silogisme disjungtif dalam arti sempit mayornya mempunyai
alternatif kontradiktif, seperti:
la lulus atau tidak lulus.
Ternyata ia lulus. Jadi,
la bukan tidak lulus.
Silogisme disjungtif dalam arti luas premis mayornya mempunyai alternatif bukan
kontradiktif, seperti:
Hasan di rumah atau di pasar.
Ternyata tidak di rumah.
Jadi di pasar.
Silogisme disjungtif dalam arti sempit maupun arti
luas mempunyai dua tipe yaitu:
ü Premis
minornya mengingkari salah satu alternatif, konklusi-nya adalah mengakui
alternatif yang lain, seperti:
la berada di luar atau di dalam.
Ternyata tidak berada di luar.
Jadi ia berada di dalam.
Ia berada di luar atau di dalam.
ternyata tidak berada di dalam.
Jadi ia berada di luar.
ü Premis
minor mengakui salah satu alternatif, kesimpulannya adalah mengingkari
alternatif yang lain, seperti:
Budi di masjid atau di sekolah.
la berada di masjid.
Jadi ia tidak berada di sekolah.
Budi di masjid atau di sekolah.
la berada di sekolah.
Jadi ia tidak berada di masjid.
Hukum-hukum Silogisme Disjungtif
a. Silogisme
disyungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila
prosedur penyimpulannya valid, seperti :
§ Hasan
berbaju putih atau tidak putih.
Ternyata berbaju putih.
Jadi ia bukan tidak berbaju putih.
§ Hasan
berbaju putih atau tidak putih.
Ternyata ia tidak berbaju putih.
Jadi ia berbaju non-putih.
b. Silogisme
disjungtif dalam arti luas, kebenarannya adalah sebagai berikut:
ü Bila
premis minor mengakui salah satu alterntifa konklusinya sah (benar), seperti:
§ Budi
menjadi guru atau pelaut.
la adalah guru.
Jadi bukan pelaut
§ Budi
menjadi guru atau pelaut.
la adalah pelaut.
Jadi bukan guru
ü Bila
premis minor mengingkari salah satu konklusinya tidak sah (salah), seperti:
§ Penjahat
itu lari ke Solo atau ke Yogya.
Ternyata tidak lari ke Yogya.
Jadi ia lari ke Solo. (Bisa jadi ia
lari ke kota lain).
§ Budi
menjadi guru atau pelaut.
Ternyata ia bukan pelaut.
Jadi ia guru. (Bisa jadi ia seorang
pedagang).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar