Selasa, 07 Februari 2012

FIQIH MUNAKAHAT (FASAKH)


BAB I
PENDAHULUAN

Latar belakang
akhir-akhir ini sering terlihat di televisi, seorang isteri mengajukan gugat cerai terhadap suaminya. berita tersebut semakin hangat, karena si penggugat yang sering diekspos di media televisi adalah figure atau artis-artis terkenal. gugat cerai tersebut ada yang berhasil, yaitu jatuhnya talak, atau karena keahlian hakim dan pengacara, gugat cerai urung dilanjutkan,sehingga rumah tangga mereka terselamatkan.padahal mereka mengikatkan diri dalam lembaga perkawinan adalah dalam rangka melaksanakan perintah allah s.w.t. sebagaimana banyak dikutip dalam setiap undangan walimahan (resepsi pernikahan), yaitu termaktub dalam surat ar-rum ayat 21 yang berbunyi:“dan di antara tanda-tandanya bahwa dia menciptakan jodoh untuknya dari dirimu (bangsamu) supaya kamu bersenang-senang kepadanya, dan dia mengadakan sesama kamu kasih saying dan rahmat. sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang yang berfikir”. berdasarkan ayat ini pula, maka tujuan perkawinan dalam islam adalah untuk membentuk keluarga sakinah, mawaddah wa-rahmah.bisa jadi, karena mereka sudah tidak dapat mempertahankan keluarga yang sakinah, mawaddahwa-rahmah, tapi jika hal tersebut tidak terlaksana maka salah satu pihak dapat menggunakan haknya, baik suami atau isteri untuk mengajukan gugatan cerai, padahal dalam islam, cerai memang dihalalkan allah, namun sangatdibenci olehnya (“sesungguhnya perbuatan yang boleh, tetapi sangat dibenci allah adalah talak”, hadits riwayat abu daud dan ibn majah).


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Batal (fasakh) yaitu “rusaknya hukum yang ditetapkan terhadap suatu amalan seseorang, menurut pendapat yang lain fasakh adalah rusak atau putusnya perkawinan melalui pengadilan yang hakikatnya hak suami-istri di sebabkan sesuatu yang diketahui setelah akad berlangsung. karena tidak memenuhi syarat dan rukunnya, sebagaimana yang di tetapkan syara”. Selain tidak memenuhi syarat dan rukun, juga perbuatan itu dilarang atau diharamkan oleh agama. Batalnya suatu perkawinan yaitu “rusak atau tidak sahny perkawinan karena tidak memenuhi salah satu syarat atau salah satu rukunnya, atau sebab lain yang dilarang atau diharamkan oleh agama”contoh perkawinan yang batal (tidak sah), yaitu perkawinan yang dilangsungkan tanpa calon mempelai laki-laki atau calon mempelai perempuan. Perkawinan semacam ini batal (tidak sah) karena tidak terpenuhinya salah satu rukunnya, yaitu tanpa calon mempelai laki-laki atau tanpa calon mempelai perempuan. Contoh lain, perkawinan yang saksinya orang gila, atau perkawinan yang walinya bukan muslim atau masih anal-anak, atau perkawinan yang calon mempelai perempuannya benar-benar saudara kandung perempuan. misalnnya suatu penyakit yang muncul setelah akad yang menyebabkan pihak lain tidak dapat merasakan arti dan hakikat sebuah perkawinan.
 Itu berarti perkawinan itu diputuskan atau dirusak atas permintaan salah satu pihak oleh hakim pengadilan agama. Fasakh nikah itu disyariatkan untuk menolak madarat yang menimpah pada kedua mempelai. sebagaimana hukum islam tidak menghendaki adanya kemadaratan dan melarang saling menimbulkan kemadaratan. Dalam suatu hadits dinyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

لا ضرار ولا ضرا
Artinya: tidak boleh ada kemadaratan dan tidak boleh saling menimbulkan kemadaratan.
Berdasarkan hadits tertsebut para fuqoha menetapkan bahwa jika dalam kehidupan suami-istri terjadi keadaan, sifat atau sikap yang menimbulkan kemadaratan pada salah satu pihak dapat mengambil untuk terputusnya perkawinan, kemudian hakim memfasakh perkawinan atas dasar pengaduan pihak yang menderita. Yang dimaksud dengan memfasakh nikah adalah memutuskan atau membatalkan ikatan hubungan antara suami dan istri.

Adapun alasan-alasan yang dapat membatalka suatu perkawinan (fasakh), karena tidak terpenuhinya syarat-syarat ketika berlangsungnyapernikahan yaitu:
                            1.         Fasakh (batalnya perkawinan) karena syarat-syarat yang tidak terpenuhi ketika akad nikah.
a.       Setelah akad nikah, ternyata diketahui bahwa istrinya adalah saudara kandung atau saudara sesusuan pihak suami.
b.      Suami istri masih kecil, dan diadakannya akad nikah oleh selain ayah atau datuknya. Kemudian setelah dewasa ia berhak meneruskan ikatan perkawinannya yang dahulu atau mengakhirinya. Cara seperti ini disebut khiyar baligh. Jika yang dipilih mengakhiri ikatan suami istri, maka hal ini disebut fasakh baligh.
                            2.         Fasakh, karena hal-hal yang datang setelah akad.
a.       Bila salah seorang dari suami dan istri murtad atau keluar dari islam dan tidak amu kembali sama sekali, maka akadnya batal (fasakh) karena kemurtadan yang terjadi belakangan.
b.      Jika suami yang tadinya kafir masuk islam, tetapi istri masih tetap dalam kekafirannya yaitu tetap menjadi musyrik, maka akadnya batal (fasakh). Lain halnya kalau istri orang ahli kitab, maka akadnya tetap sah seperti semula. Sebab perkawinannya dengan ahli kitab darisemulanya dipandang sah.

Pisahnya suami istri akibat fasakh berbeda dengan pisahnya karena talak. Sebab talak ada talak raj’i dan talak ba’in. talak raj’i tidak mengakhiri ikatan suami istri dengan seketika, sedangkan talak ba’in mengakhirinya seketika itu juga. Adapun fasakh, baik karena hal-hal yang terjadi belakangan ataupun karena adanya syarat-syarat yang tidak terpenuhi, ia mengakhiri perkawinan seketika itu.
 Selain itu, pisahnya suami istri karena talak dapat mengurangi bilangan talak. Jika suami mentalak istrinya dengan talak raj’i, lalu ruju’ lagi semasa iddahnya, atau akad lagi sehabis iddahnya dengan akad baru, maka perbuatannya dihitung satu kali talak, dan ia masih ada kesempatan melakukan talak dua kali lagi. Adapun pisahnya suami istri karena fasakh, maka hal itu tidak berarti mengurangi bilangan talak, sekalipun terjadinya fasakh karena khiyar baligh, kemudian kedua orang suami istri tersebut kawin dengan akad baru lagi, maka suami tetap punya kesempatan tiga kali talak.
 Ahli fikih golongan hanafi ingin membuat rumusan umum guna membedakan pengertian pisahnya suami istri sebab talak dan sebab fasakh. Kata mereka : “pisahnya suami istri karena suami istri dan sama sekali tidak ada pengaruh istri karena suami dan sama sekali tidak ada pengaruh istri disebut talak. Dan setiap perpisahan suami istri karena istri, bukan karena suami, tapi dengan pengaruh dari istri disebut fasakh”.

B. Sebab-sebab terjadinya fasakh.
            Selain hal-hal tersebut diatas ada juga hal-hal lain yang menyebabkan terjadinya fasakh, yaitu sebagai berikut :
                            1.         Karena ada balak (penyakit belang kulit). Dalam kaitan ini rasulullah bersabda:
Dari ka’ab bin zaid ra. bahwasannya  rasulullah SAW pernah menikahi seorang perempuan bani gifa. Maka tatkala ia akan bersetubuh dan perempuan itu telah meletakan kainya dan ia duduk di atas pelaminan, kelihatannya putih (balak) di lambungnya, lalu beliau berpaling (pergi dari pelaminan itu) seraya berkata: ambilah kainmu, tutuplah badanmu, dan beliau tidak menyuruh mengambil kepada perempuan itu
                            2.         Karena gila
                            3.         Karena penyakit kusta, umar berkata dalam hal ini:
Dari Umar ra. Berkata: bilamana seorang laki-laki menikahi seorang perempuan, dan pada perempuan itu terdapat tanda-tanda gila atau berpenyakit kusta, lalu disetubuhi perempuan itu, maka hak baginya menikahinya dengan sempurna. Dan yang demikian itu hak bagi suaminya utang atas walinya.
                            4.         Karena ada penyakit menular, seperti sipilis, tbe dan lain sebagainya. Dijelaskan dalam suatu riwayat:
Dari Sa’id bin musayyah ra. Berkata : barang siapa di antara laki-laki yang menikahi dengan seorang perempuan, dan pada laki-laki itu ada tanda-tanda gila, atau ada tanda-tanda yang membahayakan, sesungguhnya perempuan itu boleh memilih jika mau ia tetap (dalam perkawinannya) jika ia berkehendak cerai maka si perempuan itu boleh bererai
                            5.         Karena ada daging tumbuh pada kemaluan perempuan yang menghambat maksud perkawinan (bersetubuh). Lalu Ali pun berkata:
Dari Ali ra. berkata : barang siapa laki-laki yang mengawini perempuan, lalu dukhul dengan perempuan itu, maka diketahuinya perempuan itu terkena balak (penyakit belang kulit), gila, atau berpenyakit kusta, maka hak baginya maskawin dengan sebab menyentuh (mencampuri) perempuan itu, dan maskawin itu hak bagi suami (supaya dikembalikan)dan utang di atas orang yang telah menipunya dari perempuan itu. Dan kalau didapatinya ada daging tumbuh (di farajnya, hingga mengahalangi ijma’) suami itu khiyar (memilih).apabila ia telah menyentuhnya maka hak baginya maskawin sebabbarang yang telah di halalkannya dengan farajnya
                            6.         Karena ‘anah (zakar laki-laki impoten, tidak hidup untuk jima’) sehingga tidak dapat mencapai apa yang dimaksudkan dengan nikah. Sa’id bin Musayyab berkata yaitu:
Dari  sa’id bin musayyab ra. berkata: Umar bin khatab telah memutuskan bahwasannya laki-laki yang ‘anah diberi janji satu tahun.
Diberi beri janji satu tahun, ditunjukan agar mengetahui dengan jelas bahwa suami itu ‘anah atau mungkin bisa sembuh. Juga diqiaskan dengan aib yang enam macam berikut ini : aib-aib yang lain, yang menghalangi maksud perkawinan, baik dari pihak laki-laki maupun pihak perempuan. Allah SWT berfirman :
Ÿwur…… £`èdqä3Å¡÷IäC #Y#uŽÅÑ (#rßtF÷ètGÏj9 4 `tBur ö@yèøÿtƒ y7Ï9ºsŒ ôs)sù zOn=sß ……..¼çm|¡øÿtR ÇËÌÊÈ  
“…..janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu Menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat demikian, Maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri….”

Pendapat lain mengatakan fasakh artinya merusak akad nikah, bukan meninggalkan. Pada hakikatnya fasakh ini lebih keras dari pada khulu, dan ubahnya seperti melakukan khulu’ pula. Artinya dilakukan oleh pihak perempuan disebabkan ada beberapa hal. Perbedaan adalah, khulu’ diucapkan oleh suami sendiri, sedangkan fasakh diucapkan oleh qadi nikah setelah istri mengadu kepadanya dengan memulangkan maharnya kembali.

Disamping itu, fasakh juga bisa terjadi oleh sebab-sebab berikut:
a.       Perkawinan yan dilakukan oleh wali dengan laki-laki yang bukan jodohnya, umpannya : budak dengan merdeka, orang pezina dengan orang terpelihara, dan sebagainya.
b.      Suami tidak mau memulangkan istrinya, dan tidak pula memberikan belanja sedangkan istrinya itu tidak rela.
c.       Suami miskin, setelah jelas kemiskinannya oleh beberapa orang saksi yang dapat dipercaya, sehingga ia tidak sanggup lagi memberi nafkah, baik pakaian yang sederhana, tempat, ataupun maskawinnya belum dibayarkannya sebelum campur.

C
. Tujuan Fasakh
Tujuan disyariatkannya fasakh tiada lain hanya untuk melepas beban pihak istri mupun suami. Dimana salah satu dari suami istri tersebut terdapat sesuatu penyakit yang nantinya akan menjadi sebuah penyakit yang mematikan atau keadaan yang tidak memungkinkan dalam menjalani hubungan rumah tangga, contoh: dari pihak suami tidak bisa menafkahi keluarganya atau istri, maka disana diperbolehkan untuk melakukan pembatalan perkawinan (fasakh), agar supaya tidak ada yang dirugikan dalam hubungan rumah tangga dan supaya teriptanya sebuah kemaslahatan dalam rumah tangga pada nantinya.

D. Pelaksanaan fasakh
Apabila terdapat hal-hal atau kondisi penyebab fasakh itu jelas, dan dibenarkan syara’, maka untuk menetapkan fasakh tidak diperlukan putusan pengadilan. Misalnya, terbukti bahwa suami istri masih saudara kandung, atau saudara sesusuan.
Akan tetapi jika terjadi hal-hal seperti berikut, maka pelaksanaannya adalah:
                            1.         Jika suami tidak memberi nafkah bukan karena kemiskinannya, sedangkan hakim telah pula memaksa dia untuk itu, maka dalam hal ini hendaklah diadukan terlebih dahulu kepada pihak yang berwenang, seperti qadi nikah di pengadilan Agama, supaya yang berwenang dapat menyelesaikan sebagaimana mestinya, sebagaimana dijelaskan dalam suatu riwayat berikut:
Dari Umar ra. Bahwa ia pernah berkirim surat kepada pembesar-pembesartentara tentang laki-laki yang telah jauh dari istri-istri mereka supaya pemimpin-pemimpin itu menangkap mereka, agar mereka mengirimkan nafkah atau menceraikan istrinya. Jika mereka telah menceraikannya hendaklah mereka kirim semua nafkah yang mereka tahan
                            2.         Setelah hakim memberi janji kepada suami sekurang-kurangnya tiga hari, mulai dari hari istri itu mengadu. Jika masa perjanjian itu telah habis, sedangkan si suami tidak juga dapat menyelesaikannya, barulah hakim memfasakhkan nikahnya. Atau dia sendiri yang memfasakhkan di muka hakim setelah diiizinkan olehnya.












BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat di ambil beberapa kesimpulan diantaranya fasakh adalah suatu bentuk talak yang dikategorikan atas dasar inisiatif suami dan istri yang merasa keberatan. Fasakh akan terjadi apabila salah satu rukun atau ayarat itu tidak terpenuhi atau terdapat suatu kejanggalan dari salah satu pihak antara suami dan istri. Maka, akad pernikahan menjadi batal atau rusak (tidak sah). karena agar supaya terciptanya sebuah kemaslahatan yang benar-benar baik dan terciptanya sebuah keluarga yang sakinah mawa’dah wa rohmah.


DAFTAR PUSTAKA
·      Nihayatuz zain hal.338
·      Rahmat Hakim Hokum Perkawinan Isalm, Pustaka Setia, Bandung: 2000
·      Abdurrahman Ghazali, Fiqh Munakahat, Kencana, Jakarta: 2006
·      Jaih Mubarok, Modifikasi Hokum Islam, Rajawali Pers, Jakarta:2002
·      Sayyid sabiq Shahih Fiqhis SunnahTaudhihul Ahkam, juz 5
·      Hasby Ash-Sidiqi, Hukum-Hukum Fiqih Islam, Bulan Bintang, Jakarta: 1991


Tidak ada komentar:

Posting Komentar