Selasa, 07 Februari 2012

TAKHRIJ HADITS


BAB I
TAKHRIJ HADITS
            Menjadi seorang isrti ada beberapa hak dan kewajiban yang harus di penuhi, ada juga hal-hal yang boleh dan tidak boleh atau dilarang untuk dikerjakan.seperti dalam sebuah hadits:
لاَ حَرَجَ عَلَيْكِ اَنْ تُطْعِمِيْهِمْ مِنْ مَعْرُوْفٍ
“Janganlah  keluar seorang perempuan jika ingin termasuk istri-istri yang selalu taat kepada suami dalam  kebaikan”
Dalam sebuah buku disebutkan, bahwa hadits tersebut dengan tanpa menyebutkan runtutan sanadnya adalah hadits “riwayat Bukhori”.Lalu kita mungkin bertanya-tanya, benarkah hadits ini diriwayatkan imam-imam Muhadits, termasuk imam Bukhori? Jika kita melihat rawi (Periwayat) terakhir atau Mukhorij yang dalam buku lain adalah Bukhori, tentu kita setuju bahwa hadits ini shahih. Namun disinilah kita perlu meninjau ulang dan menerapkan metode mentakhrij hadits, untuk mengetahui beberapa hal. Diantaranya, benarkah hadits ini terdapat dalam kitab imam Bukhori?, lalu, siapa saja sanad atau perawi dari hadits ini?, dan seberapa dhabit dan adilkah rijal hadits ini?.
Dalam hal ini pertama-tama, kita lihat kitab Al-Mu’jam Li Alfadhil Hadits. Untuk mengetahui eksistensi hadits ini dimana dan pada kitab apa saja. Kita pilih salah satu kata dari hadits ini, yaituحَرَجَkata حَرَجَmerupakan bentuk dari  Dalam kitab ditemukan sebagai berikut:
خ مظالم   احكام
Maksudnya, bahwa hadits tersebut terdapat pada kitab-kitab:
1.خ مظالم  Imam Bukhori, bab mudzolam, nomor hadits 18 dari sub bab tersebut.
            Kemudian Hadits tentang “larangan keluar rumah bagi seorang istri ” ini sebenarnya sudah dapat ditemukan dalam kitab imam Bukhori, sebagaimana terlampir. Hadits tersebut memang menerangkan tentang larangan keluar rumah bagi seorang istri, yang terdapat didalam kitab Al mu’jam. Dan didalam kitab Al-Mu’jam disebutkan ada pada kitab imam Bukhori, bab mudzolam, nomor haditsdari sub bab tersebut sebagaimanayang dilampirkan.
2.    خ احكام   Imam Bukhari, bab ahkam, nomor 14 dari sub bab tersebut.
Hadits ini juga masih terdapat dalam kitab imam bukhari namun pada bab yang berbeda  yaitu pada bab Ahkam, seperti yang telah disebutkan dalam kitab al Mu’jam.
            Keterangan diatas akan lebih jelas dengan melihat hadits lengkap dengan sanadnya, yaitu:
-  بَابٌ مَنْ رَاَي لِلْقَاضِي اَنْ يَحْكُمَ بِعِلْمِهِ فِي اَمْرِ النَّاسِ
حَذَثنَا أَبُو اْ ليَـمَان, آَخْـبَرَ نَا شُـعَـيْـبِ, عَنِ الزُهْرِي, حَدَ ثَنَى عُرْ وَةْ أَنَ عَائِشَةِ رَضِيَ اللهٌ عَنْهَا قَالَت : جَاءَتْ هِنْدٌ بِنْتُ عُتْبَةَ بْنِ ر بِيْعَةَ  فَقَا لَتَ: يَا رَسُوْلَ اللهَ والله  مَا كَانَ عَلَي ظَهْرِ الاَرْضِ اَهْلِ خِبَاءٍ اَحَبَ اِلَيَّ اَنْ يَذِلُوْا مِنْ اَهْلِ خِبَائِكَ, وَمَا اَصْبَحَ الْيَومَ عَلَي ظَهْرِ اَهْلُ خِبَاءٍ اَحَبَ اِلَيَّ اَنْ يَعِزُّوا مِنْ اَهْلِ خِبَائِكَ,ثُمَّ قَالَتْ اِنَ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ مِسِيْكٌ, فَهَلْ عَلَىَّمِنْ حَرْجٍ اَنْ أَطْعِمَ مِنْ الَّذِي لَهُ عِيَا لَنَا؟ قَالَ لَهَا:( لَا حَرَجَ عَلَيْكَ أَنْ تُطْعِمِيهِم مِن مَعرُوفِ)
( رواه البحاري)
-  بَابٌ قِصَاصِ المظلومُ اِذَا وَجَدَ مَالَ ظالمهِ
حَذَثَنَا أَبُو ا ليَـمَانِ آَخْـبَرَ نَا شُـعَـيـبٌ عنِ الزُّهْرِيّ قَالَ:حَدَ ثَنَى عُر وَةُ أَنَّ عَائِشَةَ رَضي اللهُ عنهَا قالتْ : جَاءَتْ هندُ بنتُ عُتبةَ بنِ ر بيعةَ  فقا لت: يا رسولَ الله اِنَّ أَبَا سُفْيَان رجلٌ مِسّْيك, فهل عَلىَّ حَرَجٌ اَن أَطعِمَ منَ الذي لهُ عِيا لًنا؟ فقال:( لا حَرَج عليكِ أَن تُطعِميهم من معروفِ )
( رواه البحاري)








BAB II
SKEMA SANAD HADITS

رسول الله
 
عروة
 
الزهري
 
شعيب
 
ابو اليمان
 
البخاري
 
 


















BAB III
ANALISIS SANAD HADITS
            Para perawi yang adil,kuat ingatan dan hafalannya juga dhabit, sanad yang bersambung, tidak mengandung kejanggalan-kajanggalan, demikian juga tidak terdapat illat adalah lima kriteria yang harus ada pada hadits shahih.
Seperti arti shahih itu sendiri adalah sehat.Dan secara istilah hadits shahih adalah hadits yang bersambung sanadnya, dibawa oleh rawi yang sempurna ingatannnya dari gurunya hingga rawi terakhir (sama-sama sempurna ingatannya), tidak syadz dan tidak mempnyai ‘illat (penyakit).Maka untuk menganalisa satu hadits diperlukan kelima syarat tersebut untuk mengetahui martabat serta nilai kualitas haditsnya.
            Dalam kesempatan ini kita akan mencoba menganalisa hadits yang ditakhrij dari segi sanad haditsnya, artinya meneliti ke-ta’dilan dan ke-dhabitan para perawi hadits ini. Diantara kitab-kitab biografi para perawi yang akan kita jadikan rujukan terbagi kepada dua bagian:
1.      Kitab biografi Kutub al-Sittah yaitu kitab Tahdzib al-Tahdzib karya ibnu Hajar Al-Asqollani.
2.      Kitab penyempurna dari Tahdzib al-Tahdzib, yaitu kitab Tahdzib al-Kamal Fie Asma’I al-Rijal karangan Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf al-Mizzy.
Setelah diskemakan dari sanad hadits, hadits tentang “janganlah keluar seorang perempuan jika ingin termasuk istri-istri yang selalu taat kepada suaminya dalam kebaikan  ” maka kita akan menganalisa bebarapa perawi, yaitu:
1.      ‘Urwah
2.      Az Zuhry
3.      Syuaib
4.      Abul yaman


Biografi para perawi hadits:
1.         Urwah bin az Zubair.

Nama sebenarnya adalah Abu Muhammad ‘Urwah bin az-Zubair bin al-Awwam al-Qurasy.Beliau adalah salah seorang tabi’in besar dan salah seorang penghafal hadits yang sangat baik.seorang tabi’in yang mulia, satu dari Al-Fuqaha’ As-Sab’ah (tujuh tokoh fuqaha’ / ulama) yang masyhur dalam sejarah kaum muslimin, panutan umat, salah seorang As-Sabiqunal Awwalun (para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang pertama-tama masuk Islam). Bersama dengan sembilan shahabat yang lain, Hawari (penolong) Rasulullah ini telah mendapatkan kabar gembira masuk ke dalam surga selagi mereka masih hidup di dunia.
Ibu beliau adalah Asma’ bintu Abi Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhuma, wanita mulia yang turut membantu persiapan ayahanda dan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam berangkat hijrah ke kota Madinah. Bermula dari sinilah beliau kemudian mendapatkan julukan Dzatun Nithaqain (yang memiliki dua ikat pinggang).Jadi, manusia terbaik setelah Rasulullah yakni Abu Bakr Ash-Shiddiq- adalah kakek beliau dari jalur ibu.
Beliau adalah adik kandung ‘Abdullah bin Az-Zubair radhiyallahu ‘anhuma, salah seorang Al-’Abadilah Al-Arba’ah, dengan usia yang terpaut 20 tahun.
Bibi beliau adalah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ibunda kaum mukminin.Dari beliaulah, keponakan yang shalih ini banyak menimba ilmu dan meriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sehingga tidaklah mengherankan kalau kemudian ‘Urwah menjadi salah seorang tabi’in yang paling mengetahui hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sufyan bin ‘Uyainah mengatakan: “Yang paling mengetahui hadits (yang diriwayatkan) ‘Aisyah adalah ‘Urwah, ‘Amrah, dan Al-Qasim”.
Qabishah bin Dzu’aib mengatakan: ‘Urwah telah mengalahkan kami dalam masuknya beliau (untuk meriwayatkan hadits) dari ‘Aisyah, dan ‘Aisyah adalah orang yang paling berilmu’.
Beliau dilahirkan pada tahun ke-23 Hijriyyah pada masa kekhalifahan ‘Utsman bin ‘Affan di kota Madinah. Al-Imam Adz-Dzahabi menempatkan beliau pada posisi thabaqah yang kedua, thabaqahnya para tokoh besar tabi’in. Beliau wafat pada tahun 93 Hijriyah dalam usianya yang ke-70 tahun dalam keadaan sedang berpuasa. Hisyam bin ‘Urwah mengatakan: “Dahulu ayahku berpuasa terus-menerus (banyak berpuasa) dan meninggal dalam keadaan berpuasa”.
Ia menerima hadits dari ayahnya sendiri az-Zubair, dari saudaranyaAbdulah dari ibunya ‘Asma binti Abu Bakar ash-Shiddiq, dari saudara ibunya Aisyah, dari Said bin Zaid Hakim bin Hizam dari Abu Hurairah dan dari yang lainnya.
Hadist-haditsnya diriwayatkan oleh Atha’, Ibnu Abi Mulaikah, Abu Salamah bin Abdurahman,Az Zuhry, Umar bin Abdul Aziz , dan lima orang anaknya yaitu Hisyam, Muhammad, Yahya, Abdullah dan Utsman.
Ia dikenal orang yang tsiqah dan kuat hapalannya, Ibnu Syihab az-Zuhry berkata,” Demi Allah, kami hanya mempelajari 1 suku hadits dari 2000 suku hadits”.
Sedangkan Muhammad bin Sa’ad berkata,” Orang yang paling mengetahui tentang hadits hadits Aisyah ada 3 orang yaitu : al-Qasim, ‘Urwah dan ‘Amrah”.
Beliau adalah orang pertama yang menulis tentang masalah Al-Maghazi (peperangan) dan yang paling banyak melantunkan syair pada zamannya.
Namanya harum dan senantiasa dikenang sepanjang masa sebagai seorang insan yang sabar dan tabah di dalam menghadapi musibah yang sangat berat.Semoga Allah subhanahu wata’ala merahmatinya.
2.         Muhammad bin Syihab Az-Zuhri (wafat 123 H)
Nama sebenarnya adalah Muhammad bin Muslim bin Abdullah, alim dan ahli fiqh. Al-Laits bin Sa’ad berkata: “Aku belum pernah melihat seorang alimpun yang lebih mumpuni dari pada az-Zuhri, kalau ia berbicara untuk memberi semangat, tidak ada yang lebih baik dari pada dia, bila dia berbicara tentang sunnah dan al-Qur’an pembicaraanya lengkap“.
Ibnu Syihab az-Zuhri tinggal di Ailah sebuah desa antara Hijaz dan Syam. Duhaim dan Ahmad bin Shaleh berkata, “ Dia lahir pada tahun 50 Hijriyah,“ Khulaifah bin Khayyat berkata, “Dia dilahirkan pada tahun 51 Hijriyah”., reputasinya menyebar sehingga ia menjadi tempat berpaling bagi para ulama Hijaz dan Syam. Selama delapan tahun Ibnu Syihab az-Zuhri ia tinggal bersama Sa’id bin Al-Musayyab di sebuah desa bernama Sya’bad di pinggir Syam. Disana pula ia wafat pada tahun 123 H, ada yang mengatakan ia wafat tahun 125 H.
Ia membukukan banyak hadits yang dia dengar dan dia himpun. Shalih bin Kisan berkata: ”Aku menuntut ilmu bersama az-Zuhri”, dia berkata: “mari kita tulis apa yang berasal dari Nabi Shallallahu alaihi wassalam”, pada kesempatan yang lain dia berkata pula: “Mari kita tulis apa yang berasal dari Sahabat”, dia menulis dan aku tidak. Akhirnya dia berhasil dan aku gagal”.
Kekuatan hafalan dan kecermatan az-Zuhri dapat disimak oleh Hisyam bin Abdul Malik pernah ia meminta untuk mendiktekan kepada beberapa orang anaknya, dan az-Zuhri ternyata mampu mendiktekan 400 hadits. Setelah keluar dari rumah Hisyam dan kepada yang lainpun ia menceritakan 400 hadits tersebut. Setelah sebulan lebih ia bertemu lagi dengan az-Zuhri, Hisyam berkata kepadanya “Catatanku dulu itu telah hilang “, kali ini dengan memanggil Juru tulis az-Zuhri mendiktekan lagi 400 hadits tersebut. Hisyam mengagumi kemampuan az-Zuhri,.
Kecermatan dan penguasaan hadits oleh az-Zuhri membuat Amr bin Dinar mengakui keutamaanya dengan berkata :”Aku tidak melihat ada orang yang yang pengetahuannya terhadap hadits melebihi az-Zuhri”.
Az-Zuhri memang selalu berusaha keras untuk meriwayatkan hadits, ada yang berkata bahwa az-Zuhri menghimpun hadits jumlahnya mencapai 1.200 hadits, tetapi yang musnad hanya separuhnya.
Az-Zuhri meriwayatkan hadits bersumber dari Abdullah bin Umar, Abdullah bin Ja’far, Sahal bin Sa’ad, Urwah bin az-Zubair, Atha’ bin Abi Rabah. Ia juga mempunyai riwayat-riwayat yang mursal dari Ubadah bin as-Shamit, Abu Hurairah, Rafi’ bin Khudaij, dan beberapa lainnya.
Imam al-Bukhari berpendapat bahwa sanad az-Zuhri yang paling shahih adalah az-Zuhri, dari Salim, dari ayahnya. Sedangkan Abu Bakar bin Abi Syaibah menyatakan bahwa sanadnya yang paling shahih adalah az-Zuhri, dari Ali bin Husain, dari bapaknya dari kakeknya (Ali bin Abi Thalib)”.
Disalin dari Biografi az-Zuhri dalam Tahdzib at Tahdzib : Ibn Hajar Asqalani 9/445.
3.         Syu’ayb

Nama lengkapnya adalah Syu’ayb bin Abi Hamzah Dinar al-Amawiy Mawlahum Abu Bisyr al-Himsiy (w.162 H.). Dia menerima hadis dari al-Zuhriy, dan muridnya yang meriwayatkan hadisnya adalah Abu al-Yaman.

Ibn Ma’in, al-‘Ijliy, Ya’qub bin Syaybah, Abu Hatim dan al-Nasa’iy, menilai Syu’ayb bersifat siqat. Lebih lanjut Ibn Ma’in menjelaskan bahwa dia termasuk orang yang asbat pada al-Zuhriy dan menjadi sekretarisnya. Ahmad menilai bahwa, Syu’ayb itu sabt, salih al-hadis, dia penulis dengan penuh kecermatan (dhabit). Abu al-Yaman menilai, Syu’ayb itu sangat ketat dalam hadis. Dan Abu Dawud juga menjelaskan bahwa, Syu’ayb adalah asakh hadisan min al-Zuhriy. Kecuali itu tak seorangpun dari ahli kritik hadis yang mencela pribadi Syu’ayb. Dan pujian yang di berikan kepadanya adalah berperingkat tinggi. Dengan melihat hubungan pribadinya dengan al-Zuhriy yang begitu akrab dengan menggunakan lambang periwayatan “akhbarana”, maka diyakini bahwa Syu’ayb benar-benar telah menerima hadis dari gurunya, yakni al-Zuhriy. Yang berarti pula bahwa sanad diantara keduanya adalah bersambung.

4.         Abu al-Yaman

Nama lengkapnya adalah al-Hakam bin Nafi’ al-Bahraniy abu al-yaman al-Himsiy (w.221/222 H.). Dia menerima hadis dari Syu’aib bin Abi Hamzah, dan murid yang meriwayatkan hadisnya adalah al-Bukhariy dan al-Darimiy.

Para kritikus hadis memberi penilaian terhadap diri Abu al-Yaman dengan pernyataan sebagai berikut : (1) Ahmad ibn Hambal bertanya : Bagaimana caranya kamu mendengar (menerima) hadis dari Syu’aib ? Abu al-Yaman menjawab : Sebagian dengan cara al-Qira’ah.Yang dimaksud dengan al-qira’ah ialah periwayat menghadapkan riwayat hadis kepada guru hadis dengan cara periwayat itu sendiri yang membacanya atau orang lain yang membacakannya,dan ia mendengarkan. Cara ini biasa di sebut “al-‘ard” (penyodoran). (2) Abu Hatim dan Muhammad bin ‘Abd Allah bin ‘Ammar al-Musiliy mengatakan bahwa, Abu al-Yaman adalah orang yang siqat.

Berdasarkan pernyataan para ahli kritikus hadis tersebut, maka dapat di simpulkan bahwa, Abu al-Yaman adalah periwayat hadis yang memiliki kualitas pribadi yang baik, lebih-lebih lambang periwayatan yang di gunakan adalah lafal “akhbarana”, yang di mungkinkan ia menerima hadis tersebut dengan al-sama’, al-qira’ah atau dengan cara al-ijazah. Maksud dari pada al-ijazah ialah, seorang guru hadis memberikan izin kepada seseorang untuk meriwayatkan hadis yang ada padanya, baik melalui lisan maupun tulisan. Dan mayoritas ‘Ulama membolehkan cara al-ijazah ini bahkan menilainya cukup terpercaya untuk periwayatan hadis.

Dengan demikian bahwa, Abu al-Yaman adalah seorang yang benar-benar telah menerima hadis dari gurunya, yang berarti pula bahwa, sanad hadis yang ada di antara keduanya adalah bersambung dan dapat di percaya.
















BAB IV
KESIMPULAN

          Setelah kita mengetahui pendapat para ulama tentang keadilan rijal sanad hadits yang empat orang tersebut maka kesimpulannya adalah:
1.    Keempat rijal sanad dari urutan rawi diatas, Urwah, az Zuhry, Syuaib, Abul Yaman, semuanya adil dan dhabit, karena para ulama Jarh Ta’dil menilai tsiqot kepada mereka. Sehingga. jelaslah bagi kita bahwa mereka adalah rawi yang tsiqot yakni adil dan dhabit.
2.    Jadi, pada intinya bila dilihat dari segi sanad, hadits tentang “Janganlah keluar seorang perempuan jika ingin termasuk istri-istri yang selalu taat kepada suaminya dalam kebaikan” dapat dikategorikan kepada hadits shahih.
          Hadits yang diriwayatkan dari jalur sanad imam Bukhari ternyata masing-masing rawinya memang dikategorikan kepada perawi-perawi yang tsiqot.
          Jadi, pada akhirnya boleh kita katakan bahwa hadits yang diriwayatkan dari sanad imam Bukhari adalah shahih, karena para perawinya tergolong kepada perawi-perawi yang tsiqot.

   




Tidak ada komentar:

Posting Komentar